Kamis, 16 Juli 2009

Anekdot Niels Bohr

Didalam ujian Fisika di Universitas Copenhagen seorang dosen penguji mengajukan pertanyaan kepada salah seorang mahasiswanya :

"Jelaskan bagaimana mengukur tinggi suatu bangunan pencakar langit dengan menggunakan sebuah barometer."

Mahasiswa tersebut menjawab: "Ikatlah leher barometer itu dengan seutas tali panjang, lalu
turunkan barometer dari pucuk gedung pencakar langit sampai menyentuh tanah. Panjang tali ditambah panjang barometer akan sama dengan tinggi pencakar langit."

Jawaban yang luar biasa "orisinil" ini membuat dosen penguji begitu geram. Akibatnya si
mahasiswa langsung tidak diluluskan. Si mahasiswa naik banding, karena menurutnya
kebenaran atas jawaban itu tidak bisa disangkal. Kemudian universitas menunjuk seorang arbiter yang independen untuk memutuskan kasus itu. Arbiter menyatakan bahwa jawaban itu memang benar dan tidak bisa disangkal, hanya saja tidak memperlihatkan secuil pun pengetahuan mengenai ilmu fisika.

Untuk mengatasi permasalahan itu, disepakati untuk memanggil si mahasiswa, dan memberinya waktu enam menit untuk memberikan jawaban verbal yang menunjukkan latar belakang pengetahuannya mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu fisika. Selama lima menit, si mahasiswa duduk tepekur, dahinya berkerut. Arbiter mengingatkan bahwa waktu sudah hampir habis.
Mahasiswa itu menjawab bahwa ia sudah memiliki berbagai jawaban yang sangat relevan, tetapi tidak bisa memutuskan yang mana yang akan dipakai. Saat diingatkan arbiter untuk bersegera memberikan jawaban, si mahasiswa menjelaskan sebagai berikut:
  1. Pertama-tama, ambillah barometer dan bawalah
    sampai ke atap pencakar langit. Lemparkan ke
    tanah, lalu ukurlah waktu yang dibutuhkan untuk
    mencapai tanah. Ketinggian bangunan bisa
    dihitung dari rumus H = 0.5x g x t kwadrat. Tetapi
    khan sayang barometernya jadi pecah.
  2. Atau, bila matahari sedang bersinar, anda bisa
    mengukur tinggi barometer, tegakkan di atas
    tanah, dan ukurlah panjang bayangannya. Setelah
    itu, ukurlah panjang bayangan pencakar langit,
    sehingga hanya perlu perhitungan aritmatika
    proporsional secara sederhana untuk menetapkan
    ketinggian pencakar langitnya.
  3. Tapi kalau anda betul-betul ingin jawaban ilmiah,
    anda bisa mengikat seutas tali pendek pada
    barometer dan menggoyangkannya seperti
    pendulum. Mula-mula lakukan itu di permukaan
    tanah lalu di atas pencakar langit. Ketinggian
    pencakar langit bisa dihitung atas dasar perbedaan
    kekuatan gravitasi T = 2 phi akar dari (l/g).
  4. Atau kalau pencakar langitnya memiliki tangga
    darurat di bagian luar, akan mudah sekali untuk
    menaiki tangga, lalu menggunakan panjangnya
    barometer sebagai satuan ukuran pada dinding
    bangunan, sehingga tinggi pencakar langit =
    penjumlahan seluruh satuan barometernya pada
    dinding pencakar langit.
  5. Bila anda hanya ingin membosankan dan
    bersikap ortodoks, tentunya anda akan
    menggunakan barometer untuk mengukur tekanan
    udara pada atap pencakar langit dan di permukaan
    tanah, lalu mengkonversikan perbedaannya dari
    milibar ke satuan panjang untuk memperoleh
    ketinggian bangunan.
  6. Tetapi karena kita senantiasa ditekankan agar
    menggunakan kebebasan berpikir dan menerapkan
    metoda-metoda ilmiah, tentunya cara paling tepat
    adalah mengetuk pintu pengelola gedung dan
    mengatakan: 'Bila anda menginginkan barometer
    baru yang cantik ini, saya akan memberikannya
    pada anda jika anda memberitahukan kepada saya
    berapa ketinggian pencakar langit ini.
Melihat jawaban yang diberikan kepada arbiter, semua orang sadar bahwa mahasiswa ini tidak bodoh, tetapi pertanyaan penguji telah menggiringnya kearah jawaban yang tidak
dikehendaki penguji.

Mahasiswa itu adalah Niels Bohr, warga Denmark genius yang kelak akan memenangkan hadiah Nobel untuk bidang Fisika.

jawaban yang cerdas bukan???
ingat, dalam kondisi tertentu, orang cerdas berbeda dengan orang pintar

sumber asli:

klik disini

Tidak ada komentar: